Seorang guru sufi menyuruh muridnya mengambil segelas air dan
membubuhi segenggam garam, kemudian menyuruh si murid meminum air dari
gelas itu. “Bagaimana rasanya?” “Asin sangat, Guru….” Lalu, sang guru
mengajak si murid ke pinggir danau, kembali menyuruh si murid melakukan
hal yang sama, menaburkan segenggam garam, menceduk air danau dengan
telapak tangan dan meminumnya. “Bagaimana rasanya?” “Segar, Guru….”
“Begitulah hatimu, Nak! Jika ruang hatimu sempit menerima realita miris
kehidupan, kau akan tersiksa. Sebaliknya, jika engkau melapangkan
hatimu, niscaya takkan ada persoalan yang terlalu berat untuk diatasi.”
Jika engkau memandang kehidupan ini dengan persepsi negatif, hal apa
pun akan membuatmu susah. Jika engkau menerima realita apa pun dalam
hidupmu dengan persepsi positif, bahkan penderitaan pun akan kau rasa
indah.
Terkadang kita teramat kesal menghadapi sifat egois seseorang.
Pernahkah engkau memancing ikan di sungai atau di laut? Ketika umpan
pada mata kailmu ditelan ikan besar, jangan buru-buru engkau tarik jika
tali pancingmu halus, bisa-bisa putus, ikan tak jadi kau dapat. Tetapi,
longgarkan dulu tali pancingmu dan biarkan si ikan kelelahan sendiri.
Pada saatnya engkau bisa menarik ikan pancinganmu dengan mudah.
Artinya…, dalam menghadapi orang yang egois, entah suami, isteri,
anak-anak, kerabat atau sejawat, bersabarlah, ikuti apa maunya dalam
batas yang wajar. Pada saatnya engkau akan bisa melunakkan sifat egois
orang itu.
Atau, pernahkah engkau bermain layang-layang? Manakala angin di
angkasa bertiup kencang, lepaslah layang-layangmu dengan melonggarkan
benang, jika habis seputaran, tambah dan sambung dengan puntaran
berikutnya, tambah lagi dan lagi. Pada saatnya angin berhembus stabil,
kau pun dapat mengendalikan layang-layang itu sesuai keinginanmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar