Pernahkah Anda membayangkan
hidup ini tinggal sehari saja? Apa yang akan Anda perbuat jika usia
kehidupan Anda tinggal 24 jam saja.
Dalam
status jejaring sosial, seorang kawan menyatakan rasa tertegunnya, saat
ia mendengar seorang ayah yang berduka. Dengan tegar, sang ayah berkata
ke hadapan jenazah puteranya yang meninggal karena sakit,,
''Perjuanganmu sudah selesai, Nak…''
Begitulah,
kehidupan ini adalah sebuah misteri. Semakin canggih manusia menemukan
rekayasa kedokteran dan juga teknologi digitalisasi, tetap tak ada yang
mampu menebak kapan kematian seseorang. Kematian tetaplah sebuah
misteri. Inovasi demi inovasi dilakukan dunia medis, termasuk penemuan
obat pereda sakit, alternatif penyembuh kanker sampai HIV, tapi
mencegah kematian seseorang hingga titik akhir atau menebak berapa
jatah usia seseorang tetap gagal dilakukan oleh siapapun di muka bumi
ini.
Baru-baru ini, Guinness
World Records melaporkan kematian orang tertua di dunia berusia 114
tahun 357 hari, seminggu sebelum ulang tahun ke-115-nya. Ia seorang
warga Jepang bernama Kama Chinen, yang tinggal di suatu pulau
sub-tropis di Okinawa. Chinen meninggal pada tanggal 2 Mei 2010 dan dia
telah hidup melihat tiga abad yang berbeda. Tentu, usia Chinen ini tak
ada apa-apanya jika dibandingkan manusia tertua yang pernah dicatat
Kitab Suci, Metusalah, yang tutup usia di umur 969 tahun. Tapi toh,
banyak juga kenyataan lain kita dapati, keanehan-keanehan menyangkut
misteri kehidupan yang tak bisa diterka.
Faktanya,
ada pejabat yang hidupnya korup tapi belum juga dijemput ajal hingga
lebih dari 8 dekade usianya. Tapi ada juga anak muda, belum menikah,
sangat potensial, tiba-tiba meninggal dunia karena penyakit yang
menggerogoti tubuhnya secara cepat. Apakah ini bisa disebut adil? Saat
seorang yang begitu cerah harapannya ternyata harus menghadap Sang
Pencipta lebih dulu, sementara mereka di “urut kacang” terdepan tak
kunjung tiba gilirannya? Bagi kita terkesan tak adil, tapi bagi-Nya
tetap semua hal ada skenario sendiri.
Karena
itu, yang perlu kita lakukan saat ini hanyalah mensyukuri kehadiran
kita di dunia. Sembari merenungkan: sudah bergunakah hidup saya bagi
orang lain? Menilik misteri besar kematian, kunci kehidupan bukanlah
berapa lama usia kita di dunia, tapi seberapa bergunanya kita bagi
sekeliling kita. Seberapa jauh kita akan dikenang dalam kehidupan ini,
dalam berapapun usia kita, begitulah seharusnya kita memanfaatkan umur
ini bagi lngkungan sekitar.
Sebuah lagu pop dari satu kelompok musik sekuler liriknya menarik untuk direnungkan :
” Jika tinggal sehari hidupmu di dunia ini,
engkau kan perbuat apa yang tak sia sia
'Kan kupeluk orang tercinta, syukuri karunia
coba hibur hati mereka yang pernah kuhina…
Jika tinggal sehari usiamu di dunia ini
Engkau kan perbuat apa suatu yang bermakna…”
Lagu
itu menegaskan, mumpung masih ada kehidupan, marilah kita berbuat
terbaik, dalam karya di pekerjaan, kehidupan berkeluarga, maupun
menyangkut relasi dengan orang lain. Semasa masih ada kehidupan
diberikan Sang Pencipta, jangan sampai ada dendam berkuasa, yang akan
disesali saat nafas pemberi nyawa itu benar-benar ditarik dari diri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar